Kepala BPJS Kesehatan Surabaya Hermina Agustin Arifin mengaku prihatin terhadap rencana penerapan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pemerintah.
Menurutnya, penerapan KRIS tak berjalan lantaran keterbatasan rumah sakit dalam memenuhi 12 kriteria.
Disebutkan, dari total ruang rawat inap, kemungkinan yang bisa memenuhi KRIS hanya sekitar 30%.
“Ini mengkhawatirkan karena kebutuhan tempat tidur sangat besar,” jelas Hermina Jumat (20/6) di acara Media Gathering KC BPJS Kesehatan Surabaya Tahun 2025 yang berlangsung di Bon Cafe Gubeng,
Untuk saat ini, lanjutnya, penerapan KRIS masih ditunda hingga Desember 2025 berdasarkan informasi dari Kementerian Kesehatan.
“Kami minta masyarakat bersabar menunggu regulasi resmi,” terangnya.
Sementara Arief Supriyono Kepala BPJS Watch Jawa Timur menegaskan bahwa kebijakan KRIS harus dibatalkan, bukan hanya ditunda. Ia menilai kebijakan ini berpotensi memperparah ketimpangan akses layanan kesehatan, khususnya bagi masyarakat kurang mampu.
“Jika KRIS diberlakukan, ibaratnya seperti lagu Iwan Fals yang kaya bisa langsung akses layanan kesehatan, yang miskin disuruh menunggu,” tegas Arief.
Diterangkan, banyak rumah sakit pemerintah di luar Jawa belum siap. “Pasien JKN dari Ambon, Manado, Sumatera masih harus dirujuk ke RSUD dr. Soetomo Surabaya karena layanan di daerah mereka belum memadai,” ungkapnya.
Arief bilang, 98% pasien saat ini adalah peserta JKN. Namun pengaduan masih marak, termasuk pasien IGD yang belum ditangani cepat karena fasilitas belum standar.
Diharapkan Pemerintah lebih fokus pada pemerataan infrastruktur kesehatan di seluruh Indonesia, bukan hanya mengatur standar tanpa kesiapan.
“Kolaborasi antar instansi, terutama Kementerian Kesehatan dan rumah sakit di daerah, dinilai penting untuk menjamin akses kesehatan yang adil dan merata,” jelasnya.
Editor: Lilicya