Direktur Humas Raih Doktor dan Kaji Strategi Komunikasi Krisis Penanganan PPKS di Perguruan Tinggi

Universitas Negeri Surabaya (Unesa) gencar mendorong dosen yang berkualifikasi akademik magister (S-2) untuk melanjutkan studi ke tingkat doktor (S-3). Salah satu yang baru saja menyelesaikan studi doktor yaitu dosen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Unesa, Vinda Maya Setianingrum.

Perempuan yang menahkodai Direktorat Humas dan Informasi Publik Unesa itu berhasil menyandang gelar doktor ilmu komunikasi spesialis komunikasi krisis setelah menjalani sidang terbuka doktor di Prodi S-3 Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip), Universitas Sebelas Maret (UNS) pada Selasa, 16 Juli 2025.

Baca Juga:  Unesa Kunjungi AMKU Kazakhstan, Kolaborasi Riset

Pada ujian penentuan yang dihadiri jajaran pimpinan dan civitas Unesa itu, Vinda Maya memaparkan disertasi yang berjudul “Pengelolaan Komunikasi dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.”

Melalui risetnya itu, ia memaparkan tentang cara perguruan tinggi negeri di Indonesia dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual. Lokus penelitian di fokuskan di Universitas Riau (Unri), Universitas Andalas (Unand), dan Universitas Indonesia (UI), yang berpengalaman dalam merespons kasus.

Dinamika pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual diteliti menggunakan teori Communicative Constitution of Organization (CCO) pendekatan Four Flows atau empat aliran, yang diintegrasikan dengan teori Rhetorical Arena Theory (RAT).

Baca Juga:  Research Group UNS Gelar Pelatihan Human-Machine Communication

“Saya meneliti cara kampus dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual dari perspektif komunikasi krisis. Outputnya, tidak hanya memahami strategi kampus, tetapi juga merumuskan pendekatan komunikasi dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual,” ucap dosen yang memperkuat kepakaran bidang komunikasi strategik dan komunikasi krisis itu.

Pada level pencegahan, strategi komunikasi yang terbuka dan partisipatif mendorong terbentuknya budaya kampus yang empatik, dan responsif. Sementara pada level penanganan, strategi komunikasi yang cepat, empatik, pro-korban, dan anti-stigma, serta penyediaan kanal pelaporan yang aman menjadi kunci.

Baca Juga:  KBTK Al Falah Gelar Pentas Ajang Kreasi 2025

Gelar doktor yang diraih ibu dua anak itu tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan, tetapi melalui perjuangan. “Sabar, punya target, dan strategi manajemen waktu atau prioritas itu yang saya terapkan sehingga semua bisa berjalan lancar, baik itu bersama keluarga di rumah, ngajar di prodi, tanggung jawab di rektorat, kuliah di UNS, dan penelitian di UI, Unand, dan Unri,” ucapnya.

Editor: William

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *