Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) menunjukkan komitmennya dalam mendukung peningkatan gizi masyarakat melalui kolaborasi strategis dengan UNICEF dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam program Fortifikasi Pangan Berskala Besar (FPBB). Salah satu langkah strategis yang dilakukan dalam kolaborasi tersebut yakni peluncuran Program Fortifikasi Pangan Berskala Besar (FPBB) yang digelar di ruang Nusantara, Hotel JW Marriott Surabaya, Kamis (31/7).
Program FPBB bertujuan untuk meningkatkan kualitas pangan yang dikonsumsi masyarakat dengan menambahkan zat gizi penting ke dalam bahan makanan pokok seperti tepung terigu, minyak goreng, dan garam. Inisiatif ini diharapkan mampu mencegah berbagai masalah kesehatan seperti anemia, gangguan pertumbuhan anak, hingga gangguan kognitif yang disebabkan oleh kekurangan gizi.
Rektor Unusa, Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng., menegaskan pentingnya peningkatan nilai gizi pada bahan pangan pokok yang dikonsumsi setiap hari.
“Kita mengonsumsi nasi hampir setiap hari, namun kandungan gizinya terbatas karena mayoritas hanya menyediakan karbohidrat. Jika beras dapat difortifikasi dengan vitamin dan mineral, maka kebutuhan gizi masyarakat akan lebih mudah tercukupi secara merata,” jelasnya.
Ia juga menyampaikan bahwa sejak tahun 2021 hingga saat ini, Unusa telah menjalin kemitraan erat dengan UNICEF dan telah melakukan berbagai langkah konkret untuk mengatasi permasalahan kesehatan pada bayi hingga remaja di Jawa Timur, mulai dari stunting hingga obesitas. Pada tahun 2024 lalu, Unusa bersama UNICEF memulai analisis situasi Fortifikasi Pangan Berskala Besar (FPBB) dan kali ini turut menggandeng Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
“Harapannya, program yang dirancang ini bisa menjadi solusi efektif untuk memenuhi kebutuhan zat gizi mikro masyarakat. Sebagai institusi akademik, Unusa tidak hanya terlibat dalam edukasi masyarakat, tetapi juga aktif dalam penelitian, monitoring dan evaluasi, serta peninjauan kebijakan terkait fortifikasi pangan di Jawa Timur,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Perwakilan UNICEF Wilayah Jawa, Arie Rukmantara, menambahkan, Program FPBB ini bukan hanya langkah strategis dalam memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat, tetapi juga sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya kategori 2 (Tanpa Kelaparan), 3 (Kehidupan Sehat dan Sejahtera), dan 17 (Kemitraan untuk Mencapai Tujuan).
Namun demikian, Arie juga menekankan bahwa agar program ini benar-benar efektif dan menyentuh semua lapisan masyarakat, diperlukan dukungan kampanye publik yang masif dan berkelanjutan.
“Penting bagi kita untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pangan yang terfortifikasi. Kampanye publik yang kuat akan meningkatkan kesadaran dan mendorong perubahan perilaku dalam memilih produk pangan yang lebih sehat,” ujarnya.
Ia juga menggarisbawahi efisiensi biaya dari program fortifikasi ini. Berdasarkan pengamatannya, fortifikasi beras hanya membutuhkan tambahan sekitar Rp1.000 per kilogram, namun dapat memberikan manfaat hingga 17 kali lipat dalam jangka panjang, termasuk dalam menekan stunting.
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Adhy Karyono, menegaskan pentingnya peningkatan kualitas gizi masyarakat melalui penyediaan komoditas pangan harian yang mudah dijangkau oleh semua kalangan. Ia menyampaikan bahwa fortifikasi beras akan menjadi bagian dari program prioritas ketahanan pangan daerah Jawa Timur.
“Salah satu bentuk investasi sosial yang strategis adalah kesehatan dan pendidikan. Keduanya sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Program fortifikasi pangan, termasuk fortifikasi beras, merupakan ikhtiar nyata dalam meningkatkan gizi masyarakat dan memperkuat ketahanan pangan daerah. Harapannya, melalui upaya ini, kualitas SDM yang lebih baik akan menjadi landasan kuat untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045,” tegasnya.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur menyampaikan komitmennya dalam mendukung regulasi serta distribusi pangan terfortifikasi secara merata, terutama di wilayah-wilayah yang masih rentan terhadap kekurangan gizi. Kolaborasi lintas sektor antara akademisi, pemerintah, dan organisasi internasional dinilai menjadi kunci keberhasilan program ini.
Dengan sinergi yang kuat antara lembaga pendidikan, organisasi internasional, dan pemerintah daerah, program Fortifikasi Pangan Berskala Besar ini diharapkan tidak hanya mampu mengatasi masalah kekurangan zat gizi mikro, tetapi juga menjadi tonggak penting dalam menciptakan generasi yang lebih sehat, cerdas, dan produktif di masa depan.
Editor: William