Proses pencarian korban ambruknya gedung Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo sempat diwarnai ketegangan, Jumat (3/10) kemarin.
Sejumlah keluarga korban yang tak sabar menunggu, mencoba menerobos masuk ke area reruntuhan karena ingin terlibat langsung proses pencarian, agar lebih cepat
Merespons hal itu, Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto mengingatkan, proses evakuasi tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa. Menurutnya, sejak awal setiap langkah pencarian sudah dikomunikasikan dengan keluarga inti korban, terutama orang tua santri.
“Kalau keluarga inti orang tuanya itu sudah dijelaskan sejak hari pertama dan setiap langkah-langkah yang dilakukan oleh tim ini semuanya dikomunikasikan dengan keluarga. Dan keluarga sudah menyetujui, baru kita bekerja. Tapi kadang-kadang dalam setiap bencana kan ada saja pihak-pihak yang baru datang gitu ya,” kata Suharyanto di Posko Kedaruratan, Sidoarjo, Sabtu (4/10).
Ia menjelaskan, ketidaksabaran keluarga wajar muncul karena proses evakuasi dan pengangkatan reruntuhan memang memerlukan waktu. Tim DVI serta Inavis juga harus bekerja cermat memastikan identitas jenazah.
“Dia (keluarga) melihat di lapangan ‘itu kok kurang banyak’. ‘Kok kelihatannya gak bekerja’, dan dia minta masuk. Nah ini sudah kami antisipasi, kami jelaskan termasuk tadi malam juga sudah dijelaskan secara rinci proses identifikasi yang dilakukan oleh DVI, Inavis, butuh waktu saja,” ujarnya.
Suharyanto pun memastikan tidak ada hambatan dalam pengerahan peralatan. Bahkan alat berat dikerahkan secara masif untuk mempercepat pembersihan reruntuhan.
“Kemudian juga alat berat juga serang masuk secara masif untuk mempercepat. Semuanya sudah kita lakukan. Semuanya sudah kita lakukan,” tegas Suharyanto.
Editor: William