Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan pentingnya penguatan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) saat hadir langsung pada hari kedua Bimbingan Teknis (Bimtek) Peningkatan Kompetensi Pengawas Madrasah, Kepala Madrasah Aliyah (MA), dan Wakil Kepala Kurikulum MA # Batch 1, di Surabaya, Rabu (26/11). Sebagai pencetus KBC, Menag memberikan penjabaran mendalam mengenai konsep, arah kebijakan, dan landasan filosofis kurikulum tersebut yang kini mulai diterapkan di berbagai madrasah.
Dalam kegiatan yang digelar Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag Jawa Timur itu, Menag didampingi oleh Staf Khusus Menteri Agama Ismail Cawidu, Sekretaris Menteri Agama Akmal Salim Ruhana, Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur Akhmad Sruji Bahtiar, Rektor UINSA Surabaya Akhmad Muzakki, Kabid Pendidikan Madrasah Sugiyo, serta sejumlah pejabat Kanwil lainnya.
Pada kesempatan tersebut, Menag menekankan pentingnya membangun pendidikan madrasah yang berorientasi pada pembentukan generasi masa depan secara komprehensif. Ia menjelaskan bahwa ajaran agama harus ditanamkan melalui pendekatan cinta sebagai fondasi pembelajaran dan pembentukan akhlak.
Menurut Menag, Madrasah, memiliki paket pembelajaran yang lebih lengkap. Secara epistemologi, sekolah mempelajari alam fisik, sementara madrasah mempelajari fisika sekaligus metafisika, yaitu alam syahadat dan alam ghaib.
Menag juga menjelaskan bahwa dalam nomenklatur pendidikan, sekolah umum menitikberatkan pada ilmu logika.
“Berbeda dengan madrasah. Pembelajaran di madrasah tidak hanya mempelajari logika tetapi juga intuisi. Ada pengetahuan yang dapat dijangkau oleh akal, namun ada pula pengetahuan yang hanya dipahami melalui kedalaman spiritual” terang Menag.
Lebih lanjut, Menag menggambarkan madrasah sebagai “bengkel spiritual” yang mengajarkan ilmu langit, dimulai dari pembersihan batin sebelum proses ta’lim.
“Guru madrasah, idealnya memulai aktivitas dengan doa, mengajar dengan penuh doa, dan menutup pembelajaran dengan doa pula. Madrasah menjadi tempat untuk mencari keberkahan Allah, sehingga ukuran keberhasilannya tidak hanya pada capaian akademik sebagaimana di sekolah umum. Di sekolah umum, ukuran keberhasilan adalah nilai dan orientasinya dunia, di madrasah, ukurannya adalah sikap (attitude) dengan orientasi dunia sekaligus akhirat,” imbuhnya.
Dari sisi ontologi, Menag memaparkan bahwa madrasah memiliki ukuran formal dan usuli yang berpuncak pada ‘ilmul yaqin, sementara pesantren memiliki ukuran nonformal hingga mencapai ‘ainul yaqin. Ia mengajak seluruh pendidik untuk aktif berpikir, kritis, dan peka membaca tanda-tanda zaman di era post-truth.
“Cinta sebagai pusat Kurikulum Berbasis Cinta adalah buah dari proses panjang yang terkait dengan konsep ekoteologi, kesadaran akan hubungan manusia sebagai mikrokosmos dengan alam semesta,” tutur Menag.
Menutup materinya, Menag menegaskan bahwa guru madrasah bukan hanya berperan sebagai personal teacher, tetapi juga pembimbing spiritual yang harus menghadirkan jiwa dan karakter seorang guru madrasah dalam setiap proses pembelajaran.
“Semoga Bapak/Ibu peserta Bimtek dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai KBC di madrasah masing-masing” pungkasnya.
Bimtek KBC Batch 1 yang diselenggarakan Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag Jawa Timur ini berlangsung selama tiga hari di Bess Mansion Hotel Surabaya, mulai Selasa (25/11) hingga Kamis (27/11). Kegiatan ini diikuti oleh Pengawas MA, Kepala MA, dan Wakil Kepala Kurikulum MA se-Jawa Timur. Para peserta diharapkan mampu mengimplementasikan prinsip-prinsip KBC di madrasah masing-masing, sehingga pembelajaran tidak hanya berfokus pada aspek akademik, tetapi juga pada pembentukan karakter, spiritualitas, dan nilai-nilai kemanusiaan.
Melalui kegiatan ini, Kanwil Kemenag Jawa Timur kembali menegaskan komitmennya dalam menghadirkan madrasah unggul yang berbasis cinta dan akhlak mulia sebagai kontribusi nyata bagi pembangunan pendidikan nasional.
Editor: Lilicya


