Pakar Ekonomi  Soroti Intervensi BI di Pasar Valas

Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang tertekan oleh dinamika global, Bank Indonesia (BI) kembali mengambil langkah intervensi di pasar valuta asing. Langkah ini menimbulkan diskusi luas terkait efektivitas intervensi, ketahanan cadangan devisa nasional, hingga pentingnya transparansi kebijakan moneter.

Tekanan Global Meningkat

Pakar Ekonomi  Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (UNAIR) Prof Dr Tika Widiastuti SE MSc mengungkapkan bahwa intervensi BI ini merupakan respons atas tekanan eksternal yang semakin kuat. “Penguatan dolar AS didorong oleh ekspektasi bahwa suku bunga The Fed akan tetap tinggi. Ditambah lagi, ketegangan geopolitik global meningkatkan ketidakpastian pasar,” jelasnya, Selasa (15/4).

Baca Juga:  Pameran East Food dan East Pack 2025 Hadir di Surabaya Mulai 12-15 Juni

Dalam situasi tersebut, arus modal asing cenderung keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, menurut Prof. Tika, intervensi diperlukan untuk menstabilkan nilai tukar dan menjaga kepercayaan pasar.

Efektivitas Intervensi BI

Terkait efektivitas intervensi dibandingkan dengan instrumen lain seperti kenaikan suku bunga, ia menilai bahwa masing-masing memiliki keunggulan dalam konteks yang berbeda. Intervensi di pasar valuta asing dinilai efektif untuk meredam gejolak jangka pendek, terutama saat tekanan eksternal tiba-tiba meningkat. Sementara itu, penyesuaian suku bunga lebih berdampak dalam jangka panjang, meski berisiko menekan aktivitas ekonomi.
“Karena itu, keduanya perlu dikombinasikan secara hati-hati,” ujarnya.

Baca Juga:  VinFast Raih 4 Penghargaan di IIMS Surabaya 2025

Cadangan Devisa Cukup

Menjawab kekhawatiran publik soal ketahanan cadangan devisa, Prof Tika menyebut bahwa posisi cadangan devisa Indonesia yang tercatat sekitar USD 140 miliar per Maret 2025 masih cukup kuat.
“Namun, BI tetap harus berhati-hati agar tidak terlalu agresif menggunakan cadangan tersebut. Penggunaan cadangan harus selektif agar ketahanan eksternal tidak terganggu,” terangnya.

Alternatif Strategi Stabilitas

Sebagai alternatif selain intervensi langsung, pakar ekonomi itu menyarankan agar Bank Indonesia mengembangkan instrumen lain seperti Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), kerja sama swap bilateral, serta pemberian insentif untuk mendorong arus valas dari ekspor dan remitansi. Menurutnya, langkah-langkah tersebut dapat menjadi pelengkap dalam menjaga stabilitas nilai tukar. Ia menegaskan bahwa menjaga stabilitas makroekonomi membutuhkan kebijakan yang adaptif, seimbang, dan berkelanjutan di tengah ketidakpastian global.

Baca Juga:  Dirjen Bea Cukai Bentuk Satgas Cegah Rokok Ilegal

Editor: Lilicya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *