Universitas Negeri Surabaya (UNESA) kembali menunjukkan komitmennya di bidang kreatif dan internasionalisasi akademik melalui penyelenggaraan Srawung International Film Screening 2025. Kegiatan pemutaran film lintas negara ini berlangsung pada Sabtu, 14 Juni 2025 di Home Theatre, Perpustakaan, Rektorat UNESA Kampus 2 Lidah Wetan, Surabaya, dengan mengusung tema “Cross Realities”.
Film screening ini merupakan bagian dari output mata kuliah Sinematografi mahasiswa Ilmu Komunikasi UNESA angkatan 2023. Selama satu semester, mahasiswa ditantang untuk memproduksi 13 film yang kemudian diputar dalam empat program tematik: Reality in Restraint, Voice of Women, Power, Corruption, and Society, serta Distorted Realities. Selain film karya mahasiswa UNESA, acara ini juga menghadirkan tiga film dari mahasiswa NU Dasmariñas, Filipina, yang diputar secara hybrid screening lintas negara.
Film Mahasiswa UNESA:
1. Impulse (2025) — Sutradara: Nabilah Qothrunnada
2. Corruptio on Theatron (2025) — Sutradara: Ferry Bintang Pratama
3. PAS (2025) — Sutradara: M. Rizqi Ubaidillah
4. Sengkeran (2025) — Sutradara: Dimas Aji Saputro
5. Jejak yang Terhapus (2025) — Sutradara: Zefanya Vincentia
6. Dystopian (2025) — Sutradara: Nathan Prasetya Adi
7. Detak-Detik (2025) — Sutradara: Ajeng Ulima
8. Semakin Jauh (2025) — Sutradara: Dhean Zahrony
9. Menesok! (2025) — Sutradara: Audrey Olivia
10. Repetisi (2025) — Sutradara: Rifqi Khairan
11. Pelacur Rezim (2025) — Sutradara: Jaged Ageng Vinsky
12. Anggana (2025) — Sutradara: Tiara Avisha
13. Malima: Pitutur Peteng (2025) — Sutradara: Evan Achmad
Film Mahasiswa NU Dasmariñas, Filipina:
1. Nakikinig Ka Ba? / Are You Listening? (2025)
2. Mantsa Sa Basahan Ni Inday (2025)
3. Snow (2025)
Ketua pelaksana sekaligus dosen pengampu mata kuliah Sinematografi, Aditya Fahmi Nurwahid, S.I.Kom., M.A., menyampaikan bahwa proses produksi film mahasiswa tahun ini menghadirkan tantangan tersendiri. “Sebagai pengampu mata kuliah Sinematografi, tentu ada tantangan khusus. Dalam 15 pertemuan, mahasiswa harus memproduksi 13 film. Di sisi lain, kami juga berusaha terus mendampingi produksi, mulai dari pergantian set, penyesuaian jadwal, hingga menyelesaikan berbagai persoalan teknis di lapangan,” jelasnya.
Ia menjelaskan, konsep based-learning project diterapkan secara penuh agar mahasiswa tidak sekadar memahami teori, tetapi benar-benar turun langsung memproduksi film hingga memiliki portofolio. “Kami dorong mereka untuk berkarya, bukan hanya belajar teori. Karena dari pengalaman inilah mereka akan memiliki modal yang bisa dibawa ke industri kreatif ke depannya,” tambah Fahmi.
Tantangan lain muncul saat pelaksanaan pemutaran film. Gelaran ini dilakukan secara hybrid di dua negara: film-film diputar terlebih dahulu di UNESA, lalu disiarkan di NU Dasmariñas, Filipina. “Teknis koordinasi antarnegara cukup menantang, mulai dari perbedaan waktu hingga sinkronisasi teknis pemutaran. Tapi alhamdulillah, 240 kursi di UNESA berhasil terisi penuh, dan antusiasme audiens sangat luar biasa,” ujarnya.
Kepala Program Studi Ilmu Komunikasi UNESA, Dr. Anam Miftakhul Huda, S.Kom., M.I.Kom., menyebut kegiatan ini sebagai langkah nyata UNESA dalam mendorong internasionalisasi perguruan tinggi yang bukan sekadar slogan. “Dengan adanya kegiatan internasionalisasi seperti ini, saya melihatnya sebagai kemajuan di bidang perfilman Indonesia. Dari sisi program, ini sejalan dengan komitmen UNESA untuk terus mendorong internasionalisasi di tingkat kampus, sekaligus memperluas jejaring di lingkup program studi. Bukan sekadar wacana, tapi benar-benar diwujudkan dalam kegiatan konkret,” ujar Anam.
Anam juga berharap pemutaran film kolaboratif ini tidak berhenti di sini. “Saya sangat mengapresiasi karya-karya mahasiswa Indonesia dan Filipina yang bisa bersrawung dan berproses bersama. Semoga ke depan semakin banyak srawung-srawung berikutnya, melibatkan lebih banyak perguruan tinggi dari berbagai negara, khususnya di prodi Ilmu Komunikasi,” tambahnya.
Pemutaran film ini menjadi bukti bahwa ruang kreativitas mahasiswa UNESA mampu menembus batas negara, sekaligus memperkuat posisi kampus sebagai pusat pengembangan industri kreatif berbasis akademik di kawasan Asia Tenggara.
Editor: Lilicya