Kementerian Agama terus memperkuat semangat kerukunan antarumat beragama sekaligus mengembangkan gerakan filantropi berbasis wakaf. Semangat ini yang menjiwai kegiatan “Harmoni Umat Beragama Jawa Timur dan Kick Off Wakaf Keabadian Cinta dan Wakaf Pelajar Madrasah Kota Surabaya” yang digelar di Royal Residence, Wiyung, Surabaya, pada Rabu (15/10). Di perumahan tersebut berdiri rumah ibadah dari 6 agama di Indonesia secara berdampingan.
Acara ini dihadiri oleh Menteri Agama RI Nasaruddin Umar, Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Abu Rokhmad, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur Akhmad Sruji Bahtiar, Plt. Asisten I Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setdaprov Jatim Imam Hidayat, dan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.
Menteri Agama RI menyampaikan rasa syukur dan kebahagiaannya atas terselenggaranya kegiatan yang mengedepankan harmoni dan cinta kasih lintas agama.
“Saya sangat bahagia dengan adanya acara ini. Lebih baik lebih banyak rumah ibadah daripada rumah preman. Rumah ibadah adalah pertanda cinta kasih dari para pemeluknya,” ujar Menag.
Menag menegaskan bahwa rumah ibadah bukan sekadar tempat ritual, tetapi juga pusat pembinaan umat, penguatan moral, dan penggerak kebaikan sosial.
Ia berharap kegiatan seperti ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain untuk memperkuat sinergi antaragama melalui program-program kemanusiaan.
Pada kesempatan itu, Menag menekankan pentingnya teladan Nabi Muhammad SAW dalam berinteraksi dengan umat beragama lain, penuh penghormatan, persaudaraan, dan kepedulian.
Menag mengajak seluruh tokoh agama dan masyarakat untuk mensyukuri dan menjaga keberagaman Indonesia.
“Indonesia adalah lukisan Tuhan, dengan warna-warni perbedaan yang membentuk harmoni. Jika kerukunan ini terus terjaga, Indonesia akan menjadi contoh bagi dunia sebagai negara paling rukun dan toleran. Tidak ada negara lain di kolong langit ini yang seplural Indonesia, dan juga tidak ada yang menawarkan kerukunan seindah Indonesia,” tutup Menag.
Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, Abu Rokhmat menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Kota Surabaya dan seluruh elemen masyarakat yang mendukung kegiatan ini.
“Kegiatan ini menggambarkan harmoni dan kerukunan umat beragama yang nyata. Semoga Surabaya dapat menjadi inspirasi bagi kota-kota lainnya untuk hidup rukun,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya memperkuat gerakan filantropi melalui wakaf sebagai bentuk nyata solidaritas sosial dan tanggung jawab keagamaan.
“Gerakan berbagi melalui wakaf harus dijalankan sebaik-baiknya agar membawa manfaat sosial yang luas,” tuturnya.
Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, Akhmad Sruji Bahtiar, menegaskan bahwa keberagaman agama dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang harus dirawat bersama.
“Indonesia memiliki aneka ragam budaya. Itulah keindahan dan kekayaan yang patut kita banggakan. Di sini, dalam satu kawasan, berdiri enam rumah ibadah dari berbagai agama yang hidup berdampingan dalam damai,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa semangat kebersamaan ini selaras dengan pesan Surat Al-Hujurat, yang mengajarkan pentingnya saling mengenal dan menghargai perbedaan.
“Kita bahagia dan damai karena wakaf dan karena berbagi,” ujarnya.
“Kami tunggu 37 kabupaten/kota lainnya di Jawa Timur untuk meluncurkan program wakaf bagi calon pengantin dan pelajar, dengan target minimal 10 ribu per pasangan calon pengantin. Ini wujud cinta yang abadi hingga akhir hayat.” imbuhnya.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menyampaikan rasa terima kasih atas dukungan Kementerian Agama dalam mengembangkan gerakan wakaf di Kota Pahlawan.
“Berkat bimbingan Bapak Menteri Agama dan Dirjen Bimas Islam, Surabaya dapat menjadi Kota Wakaf. Semoga ini membawa berkah bagi warga Surabaya, dan para calon pengantin pun dapat berwakaf sejak dini,” ujar Eri.
Ia menegaskan bahwa kekuatan sebuah kota tidak hanya diukur dari kemajuan pembangunan, tetapi juga dari kekuatan akidah dan moral warganya.
“Surabaya akan menjadi kota yang kuat dan berkah jika akidah umatnya kuat, umat agama apapun itu,” tambahnya.
Kegiatan ini ditutup dengan doa lintas agama yang dipimpin oleh para pemuka agama Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, dan Khonghucu.
Doa bersama tersebut menjadi simbol nyata kerukunan dan keharmonisan di tengah keberagaman, serta pengingat bahwa cinta kasih dan kebaikan adalah fondasi utama membangun bangsa.
Editor: William