Unusa Sinergi dengan Tim Pendamping Keluarga Cegah Stunting di Bangkalan

Kasus stunting masih menjadi tantangan besar di Kab. Bangkalan, Jawa Timur, khususnya di Desa Parseh, Kec. Socah, Desa berjarak sekitar 31 km dari Surabaya. Berdasarkan data lapangan, rendahnya pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam memantau tumbuh kembang anak menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka stunting di wilayah ini.
Banyak keluarga di Desa Parseh yang belum memiliki pengetahuan memadai tentang gizi, kesehatan ibu dan anak, serta pentingnya pemantauan perkembangan balita. Fenomena ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk meningkatkan literasi kesehatan keluarga, terutama pada periode krusial 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Sekretaris Dinas Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KBP3A) Kabupaten Bangkalan Eri Yadi Santoso, SE., MM menuturkan jika pada 2021 kasus stunting di Bangkalan mencapai angka 38,9 persen. Angka itu terus turun hingga tahun 2023 di angka 10 persen.

“Namun tahun 2024, cukup mengkhawatirkan karena angka stunting naik kembali 17,7 persen. Harapannya tahun 2025 ini kami bisa menurunkan sesuai target dibawah 14,7 persen,” tegasnya.

Sebagai respons terhadap masalah ini, tim dosen dari Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA) dan Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri, yang dipimpin Dr. Ika Mardiyanti, S.ST., Bdn., M.Kes, bersama Dr. dr. Wiwik Winarningsih, M.Kes, serta Krisnita Dwi Jayanti, S.KM., M.Epid, melaksanakan program Pengabdian Kepada Masyarakat (PkM) bertajuk “Sinergi Pemberdayaan Keluarga dengan Tim Pendamping Keluarga dalam Upaya Pencegahan Stunting di Masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) di Kampung KB Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan.”

Baca Juga:  Unusa MoU dengan Lokman Hekim University Turki, Pembukaan Kelas Internasional

Kegiatan ini merupakan bagian dari program pemberdayaan berbasis masyarakat yang didanai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia tahun 2025.

Dukungan pendanaan ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mengurangi angka stunting di Indonesia melalui kolaborasi antara akademisi, tenaga kesehatan, dan masyarakat.
Kegiatan ini berlangsung di Kampung KB Desa Parseh, melibatkan berbagai peserta, termasuk Kader Tim Pendamping Keluarga (TPK), calon pengantin, ibu hamil, serta ibu dengan bayi balita.

“Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat, tim dosen bersama mahasiswa memberikan pelatihan tentang upaya pencegahan stunting mulai dari calon pengantin, pentingnya gizi seimbang, pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), pelatihan pijat tuina, serta teknik pemantauan pertumbuhan anak secara berkala,” kata Ika Mardiyanti.

Ika menambahkan, melalui pelatihan ini, diharapkan Tim Pendamping Keluarga beserta keluarga-keluarga di Desa Parseh memiliki ketrampilan untuk mencegah stunting dan menjaga tumbuh kembang anak mereka. Selain itu dengan implementasi program DASHAT (Dapur Sehat Atasi Stunting) diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat, khususnya ibu-ibu rumah tangga, dalam menyediakan makanan bergizi bagi calon ibu hamil, ibu hamil serta anak-anak guna mencegah stunting,

Baca Juga:  UKM PEC Unesa Hadirkan Patung Ki Hajar Dewantara dan Seorang Ibu di Pengukuhan PPG

“Kolaborasi yang kuat antara Perguruan Tinggi, Tenaga Kesehatan, Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pemerintah Desa, dan masyarakat sangat penting untuk menanggulangi stunting. Pencegahan stunting harus dimulai dari rumah, terutama pada masa 1000 HPK. Kami berharap dengan pemberdayaan ini, keluarga di Desa Parseh memiliki keterampilan dalam mencegah stunting serta menjaga tumbuh kembang anak secara optimal,” ujarnya.

Kepala Desa Parseh, Moh. Ilyas, S.AP., menyampaikan rasa terima kasihnya atas dilaksanakannya kegiatan ini. “Kami sangat bersyukur desa kami menjadi sasaran program ini. Semoga para Kader TPK dan keluarga dapat meneruskan ilmu yang diperoleh kepada warga lain, sehingga angka stunting di Desa Parseh dapat menurun,” ucapnya.

Selain itu, katanya menambahkan, Pemerintah Desa Parseh juga berkomitmen untuk mendukung keberlanjutan program ini dengan menyediakan stunting corner dan fasilitas untuk kegiatan lanjutan seperti edukasi bagi calon pengantin, pelatihan pijat bayi dan edukasi gizi anak.

Baca Juga:  Menteri Wihaji Kawal Bantuan Gizi dan Kuatkan Motivasi Ribuan Tenaga Lapangan di Jawa Timur

Program pengabdian ini menjadi contoh nyata bagaimana kolaborasi antar sektor dapat mendukung pencapaian 17 poin Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama pada poin 2 tanpa kelaparan dengan mengajarkan dan memberikan menu makan sehat. Poin 3 kehidupan sehat dan sejahtera yang memperhatikan kesehatan setiap warga Desa Parseh, dalam hal ini mulai dari calon pengantin, ibu hamil, serta bayi balita. Serta poin 17 yang memperhatikan Kemitraan untuk mencapai tujuan, dengan bekerjasama bersama pemerintah setempat dan Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

“Pencegahan stunting adalah langkah konkret dalam mewujudkan SDGs yang lebih sehat dan setara. Melalui edukasi berkelanjutan dan pemberdayaan keluarga, program ini diharapkan dapat mengurangi prevalensi stunting, sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak-anak di Desa Parseh,” kata Ika Mardiyanti.

Dijelaskannya, pencegahan stunting adalah investasi jangka panjang untuk masa depan anak-anak kita. Dengan edukasi yang berkelanjutan, kami berharap masyarakat semakin sadar dan terlibat aktif dalam menjaga tumbuh kembang anak.

“Dengan adanya program ini, diharapkan Desa Parseh dapat menjadi contoh dalam upaya menurunkan angka stunting di Indonesia, sekaligus memperkuat ketahanan keluarga di tingkat desa sebagai bagian dari upaya mewujudkan Indonesia yang lebih sehat dan sejahtera,” katanya.

Editor: William

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *