Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Fauzan mengajak pihak kampus, lembaga pendidikan tinggi untuk mempersiapkan para lulusan masing-masing dengan keahlian dan kompetensi yang spesialis sehingga mampu menjawab kebutuhan industri sekaligus lapangan pekerjaan saat ini.
Ia mengatakan penyiapan itu merupakan bagian dari merespon dinamika kehidupan sosial saat ini yang sedikit banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi.
“Maka perguruan tinggi harus mendesain, menyiapkan kompetensi yang spesifik, menyiapkan kompetensi spesifik ini dengan berbagai cara,” kata Wamendiktisaintek Fauzan dalam Konferensi Puncak Pendidikan Tinggi Indonesia (KPPTI) hari kedua di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) di Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur, Kamis (20/11).
Dijelaskan, ada beberapa dekade sebelumnya, lapangan pekerjaan dan industri lah yang mencari sumber daya manusia sehingga para lulusan lembaga pendidikan tinggi tetap dapat bersaing meski mereka hanya memiliki keahlian dan kompetensi general.
Namun demikian, lanjutnya, industri saat ini membutuhkan SDM dengan keahlian dan kompetensi khusus untuk menjawab kompleksitas perkembangan jaman, yang diikuti dengan penambahan jumlah lulusan lembaga pendidikan tinggi setiap tahunnya.
Akibatnya, Fauzan mengingatkan SDM lah saat ini yang bersaing untuk mencari dan mendapatkan lapangan pekerjaan.
“Dulu ketika lapangan pekerjaan mencari SDM, hal yang bersifat generik itu bisa dimaklumi. Tetapi, kondisi saat ini adalah SDM mencari lapangan pekerjaan, SDM yang memerlukan lapangan pekerjaan. Karena SDM yang mencari ya satu sisi tuntutan dari dunia industri ini spesifik, satu sisi kita ini membawa kompetensi generik sehingga lulusan-lulusan perguruan tinggi itu hanya siap di training, bukan siap bekerja,” imbuhnya.
Oleh karena itu, ia pun mengajak para lembaga pendidikan tinggi untuk menyiapkan kurikulum hingga program studi yang adaptif guna memperlengkapi lulusan masing-masing dengan keahlian yang sesuai.
Ia mengingatkan jangan sampai lembaga pendidikan tinggi, termasuk perguruan tinggi justru berjalan mundur karena menyiapkan mahasiswanya dengan kurikulum yang sama selama satu dekade, tanpa mengadopsi perubahan apapun.
Akibatnya, para lulusan perguruan tinggi tidak mampu bersaing untuk menjawab kebutuhan industri masa kini karena tidak lagi relevan.
“Sehingga anak lulus dari pendidikan tinggi itu punya alat yang memang efektif untuk mengatasi objek yang memerlukan alat tersebut. Kalau saya tahu nanti saya lulus akan menyembelih ayam, maka yang diberikan adalah pisau yang tajam, jangan gergaji. Itulah analogi,” kata Fauzan.
Editor: William


