Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jawa Timur memastikan kinerja sektor keuangan tetap solid meskipun perekonomian global masih dibayangi ketidakpastian.
Kepala OJK Jatim, Yunita Linda Sari menyampaikan bahwa permodalan perbankan di Jawa Timur berada pada level yang kuat, likuiditas memadai, dan risiko kredit terkendali. Kondisi itu tercermin dari intermediasi perbankan yang tumbuh positif, baik dari sisi penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) maupun penyaluran kredit yang terus meningkat.
Salah satu indikator penting adalah capaian penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang hingga Juni 2025 telah mencapai Rp 66,73 triliun. Angka ini menempatkan Jawa Timur di posisi kedua tertinggi secara nasional setelah Jawa Tengah.
“Pencapaian ini menunjukkan peran KUR yang signifikan dalam mendorong aktivitas usaha dan memperkuat daya tahan ekonomi daerah,” ujar Yunita dalam Media Briefing 2025 bertajuk “Sinergi dan Kolaborasi untuk Menjaga Stabilitas dan Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi dalam Rangka Mewujudkan Jawa Timur sebagai Gerbang Baru Nusantara” yang digelar di Gedung OJK Surabaya, Kamis (14/8).
Selain sektor perbankan, OJK Jatim mencatat kinerja positif di pasar modal. Hingga pertengahan 2025, terdapat 55 emiten asal Jawa Timur dengan total dana terhimpun Rp 14,7 triliun melalui penawaran umum. Hal ini menunjukkan minat pasar yang tetap tinggi meski sentimen ekonomi global cenderung pesimis. Pada triwulan kedua 2025, pertumbuhan ekonomi provinsi ini tercatat 5,23 persen, melampaui capaian nasional yang berada di angka 5,12 persen.
Yunita menyebut kinerja sektor jasa keuangan menjadi salah satu penopang. “Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) maupun penyaluran kredit masih tumbuh positif.
Hingga Juni 2025, intermediasi perbankan tetap bergerak naik: kredit tumbuh 5,46 persen, DPK 3,48 persen. Dari sisi kesehatan, permodalan perbankan tergolong sangat kuat dengan rasio kecukupan modal (CAR) 30,47 persen.
Risiko kredit pun terkendali, tercermin dari rasio kredit bermasalah (NPL gross) 3,58 persen. Likuiditas, diukur dari rasio AL/DPK dan AL/NCD, masih berada di atas ambang batas aman.
Sebagian besar penyaluran kredit perbankan Jatim masih berorientasi pada modal kerja. Berdasarkan kategori usaha, porsi terbesar masih didominasi non-UMKM. Sementara itu, Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang tersalur sudah mencapai Rp66,73 triliun.
Tidak hanya lewat perbankan, peran pasar modal juga terlihat. Dana hasil penawaran umum—baik saham maupun obligasi—mencapai Rp14,7 triliun, dengan 55 emiten aktif dan 30 calon emiten yang masih dibina di IDX Incubator.
Menurut Yunita, OJK tidak sekadar menjadi “wasit” yang mencatat angka-angka. Lembaga ini juga menggerakkan ekonomi daerah lewat optimalisasi peran 38 Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) kabupaten/kota serta satu TPAKD tingkat provinsi, untuk mendorong literasi dan inklusi keuangan.
Di kesempatan yang sama, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jawa Timur, M Noor Nugroho, mengakui tekanan terhadap rupiah mulai mereda.
“Dampaknya, tekanan ke ekonomi Indonesia secara umum juga mengendur,” ujarnya.
Secara nasional, pertumbuhan ekonomi triwulan kedua berada di angka 5,12 persen—naik dari 4,87 persen pada triwulan sebelumnya. Jawa Timur tumbuh sedikit lebih tinggi, didorong investasi dan lonjakan ekspor. Bagi Jawa Timur, capaian ini adalah penegasan bahwa ketahanan ekonomi daerah tak hanya bergantung pada arus modal dan perdagangan, tetapi juga pada kemampuan menjaga stabilitas sektor keuangan di tengah badai global yang tak kunjung reda.
Salah satu pendorongnya: Amerika Serikat belum menetapkan tarif impor baru, yang membuat permintaan terhadap produk ekspor Jatim tetap tinggi.
Editor: Liam