Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mempertanyakan model libur sekolah selama Ramadan yang kini mengemuka di awal pemerintahan Prabowo Subianto.
Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf menilai libur sekolah selama Ramadan selama ini belum menemukan model yang jelas. Menurut dia, pemerintah perlu memikirkan model yang jelas terlebih dahulu soal wacana tersebut.
“Nah ini yang harus dibangun modelnya. Sudah pernah dicoba, tapi kami lihat selama ini belum ketemu model yang jelas. Yang bisa kita andalkan,” kata Yahya kepada media di kantor pusat PBNU, Jakarta, Jumat (3/1).
Menurut dia, pemerintah selama ini telah menerapkan dua kebijakan sekolah selama Ramadan, baik dengan meliburkan maupun tetap berjalan normal. Namun, perlu ada evaluasi kedua model tersebut tetap bermanfaat bagi masyarakat.
Menurut Yahya, pada prinsipnya Ramadan harus tetap diisi dengan kegiatan yang bermanfaat bagi siswa. Dia tak sependapat jika siswa sepenuhnya diliburkan tanpa melakukan kegiatan apapun di luar pengawasan.
“Kalau libur suruh tidur di rumah saja kan ya, itu tidak seperti itu yang kita inginkan. Karena kenyataannya sekolah sambil puasa juga enggak apa-apa,” kata dia.
Jika di pesantren, sambung Yahya, Ramadan justru diisi oleh santri dengan kegiatan mengaji yang lebih intensif. Misalnya, kata dia, dari semula jadwal mengaji hanya 2-3 kali, menjadi 6-7 kali. Sebab, para santri meyakini Ramadan menjadi waktu yang tepat untuk memperbanyak ibadah.
Selama ini, pemerintah pernah memberlakukan waktu libur penuh selama Ramadan di sekolah. Dan para siswa diberi tugas untuk mengisi kegiatan ibadah Ramadan yang dibuktikan dengan buku catatan. Namun, dia ragu model demikian tepat jika kembali diberlakukan.
“Tapi apakah itu model yang juga bisa kita andalkan. Tergantung, sebetulnya kerangkanya kita mau suruh apa anak-anak sekolah ini selama Ramadan,” katanya.
“Apalagi kalau kita ingat dengan anak-anak sekolah yang nonmuslim. Apakah yang nonmuslim ikut libur? Nah kalau ikut libur disuruh apa Ramadan nonmuslim, juga harus dipikir. Jadi bukan hanya libur dan ndak libur, tapi libur untuk apa?” imbuh Yahya.
Penulis: Deta. Editor: William