Dalam memperingati Hari Guru Nasional,
ASIEQ Educare – ASIEQ SURYA ABADI menggelar berbagai kegiatan pada Minggu (24/11) di Royal Plaza Surabaya. Diantara kegiatannya yakni lomba mewarnai diikuti 50 anak dan fashion show. Kemudian ada keseruan parenting bertajuk Ayahku Guruku yang diikuti 50 peserta. Seminar ini menghadirkan Ketua ISMI (Ikatan Saudagar Muslim Indonesia) Jawa Timur, Ir Misbahul Huda MBA. Serta seminar yang dipandu langsung Founder ASIEQ, Suryantiningsih, S.Psi.,M.Psi.,Psikolog, yang berjudul Semua Bisa Menjadi Guru, Berguru pada Diriku. Seminar diikuti 75 remaja.
“Alhamdulillah kami dari komunitas ASIEQ Educare mengajak para generasi bahwa berkat gurulah kita bisa jadi orang hebat. Seperti tema kita Guru Hebat, Indonesia Kuat,” ungkap Suryantiningsih.

Suryantiningsih berharap, ASIEQ bisa mencetak guru yang hebat. Lebih itu, ungkapan terimakasih juga disampaikan ke para guru seluruh Indonesia atas jasanya sehingga membuat Indonesia hebat. ASIEQ Educare, lanjutnya, juga sangat mensupport program menteri pendidikan yang baru.
Diuraikan Suryantiningsih bahwa generasi saat ini, generasi milenial atau generasi Z, agak mengkawatirkan. “Agak ketar ketir ya. Saat ini kita sedang waspada terhadap kesehatan mental generasi muda, khususnya gen Z. Termasuk generasi alpha yang lagi dibicarakan. Karena daya juang mereka kurang tangguh,” paparnya.
Kok bisa kurang tangguh? Dijelaskan Suryantiningsih bahwa saat generasi lahir, teknologi sudah tersedia. Prepare semua. Sehingga mereka hanya menikmati saja. Sehingga tak ada effort untuk ikut berjuang.
“Di seminar ini kita berikan bagaimana sih kiat menjaga kesehatan mental, tangguh jadi harapan bangsa. Karena dari merekalah Indonesia jadi lebih baik,” urainya.
Misbahul Huda menegaskan, makna guru tak hanya disekolah. Tantangan sekolah tidak bisa dibebani dengan akhlak soskep. Sehingga waktunya habis untuk hardskill, how to know. Apa yang harus dipelajari, matematika, fisika, biologi. Tetapi tentang akhlak. Perilaku.
“Ini juga mesti dilakukan di rumah. Orangtua jadi guru di rumah. Wabil khusus ayah. Karena ibu tidak bisa sendirian menghadapi pola anak digital yang luar biasa. Suara ibu kurang didengar ayah. Beda dengan ayah yang lebih berwibawa. Inilah akhirnya kita panggil peran ayah untuk menjadi guru bagi anaknya ketika di rumah,” tegasnya.
Penulis: Erbe Bagus
Editor: William